Pasar Malam Agama - Burung Berkicau

Pasar Malam Agama - Burung Berkicau

Situasi sosial pasca pandemi Covid-19 mirip dengan anekdot Pasar Malam Agama oleh A. de Mello SJ dalam buku Burung Berkicau.Bukan pasar dagang, tetapi persaingan sama sengitnya, karena masing-masing penganut bersaing mempromosikan agamanya seakan Tuhan lebih dari satu. 

Di Indonesia, idiologi negara Pancasila dengan sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa, namun selalu terjadi benturan lintas pemeluk agama, membuat youtube dan berbagai media sosial lain selalu ramai oleh informasi keagamaan. Informasi seperti itu penting bila bertujuan memperbaiki akhlak umat, tetapi bila menonjolkan agama sendiri sambil meng-kafuir-kan mereka yang beragama lain maka terjadilah "Pasar Malam Agama." Seperti kicau burung-burung pada satu pohon, semua burung berkicau tanpa saling mendengarkan.

Lengkapnya anekdot "Pasar malam agama" seperti begini:'

Simbol-simbol keamaan '   
 

Di kios Yahudi kami mendapat selebaran bahwa Tuhan itu Maha Pengasih,dan bahwa bangsa Yahudi adalah umat pilihan-Nya. Ya bangsa Yahudi, tidak ada bangsa lain yang terpilih seperti bangsa Yahudi.

 

Di kios Islam kami mendengar, bahwa Allah itu Maha Penyayang dan Mohammad ialah nabi-Nya. Keselamatan diperoleh dengan mendengarkan Nabi Tuhan yang satu-satunya itu.

 

Di kios Kristen kami menemukan, bahwa Tuhan adalah Cinta, dan bahwa di luar Gereja tidak ada keselamatan. Silahkan mengikuti Gereja Kudus jika tidak mengambil risiko masuk neraka

 
Kathedral Jakarta

Di pintu keluar aku bertanya kepada temanku: "Apakah pendapatmu tentang Tuhan?" Jawabnya: "Rupanya Ia penipu, fanatik dan bengis!"

 Sesampai di rumah aku bertanya kepada Tuhan: "Bagaimana Engkau bisa tahan dengan hal seperti ini, Tuhan? Apakah Engkau tidak tahu, bahwa selama berabad-abad mereka memberi julukan jelek kepada-Mu?"

Tuhan berkata: "Bukan Aku  yang mengadakan 'Pasar Malam Agama', Aku bahkan merasa terlalu malu untuk mengunjunginya".

Ini hanya sebuah anekdot, namun perlu menjadi refleksi serius semua umat beriman, terutama kaum muda. Kaum sekular dan ateis yang tidak percaya adanya Tuhan serta masa bodoh dengan berbagai perilaku keagamaan, kaum muda harus jeli terhadap hal itu. 

Bangsa Yahudi tidak mungkin sangat fanatik merawat kepercayaan mereka sudah lebih dari tiga ribu tahun. Begitu juga umat Katolik yang sangat taat pada ajaran Yesus Kristus, walau puluhan ribu orang rela mati sebagai martir.

Begitu juga agama-agama yang lain, fanatik boleh tetapi perlu dikaji ulang, agar semakin sesuai dengan kehidupan di "Langit yang baru dan Bumi yang baru."  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERISTIWA DALAM HIDUP SAYA

Panggung Kebebasan

REKREASI TERPIMPIN