Sahabat Sejati
Kita daki bukit batu ini bersama |
“Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja” (Kej. 2:18). Sabda itu menunjukkan bahwa sejak semula Tuhan menghendaki adanya persahabatan dan persaudaran di antara manusia. Tuhan melihat bahwa persahabatan manusia dengan makhluk lain bukanlah persahabatan yang wajar karena dalam suatu persahabatan dibutuhkan komunikasi verbal dari hati, dan interaksi secara pribadi yang mendalam secara timbal-balik.
Persahabatan di antara kaum muda cenderung bersifat lahiriah. Mereka memilih teman dengan kriteria cantik, tampan, kaya, pintar, dan menguntungkan dirinya. Rasa kesetia-kawanan di antara mereka terkadang sedemikian kuat sehingga mereka dapat melakukan hal-hal yang terpuji secara bersama-sama, sebaliknya tidak jarang juga melakukan perbuatan yang tidak terpuji.
Di dalam pertemuan ini, peserta diajak untuk menggali dan menemukan arti persahabatan yang lebih mendalam agar mereka dapat membina suatu persahabatan yang sehat. Persahabatan sejati yang tahan uji, selalu setia kepada kawan, baik dalam untung maupun malang. Persahabatan sejati menuntut pengorbanan dari kedua belah pihak.
Persahabatan antara Daud dan Yonathan dalam Kitab Suci merupakan contoh persahabatan sejati. Daud dan Yonathan sadar bahwa sesungguhnya Tuhan hadir menyertai mereka sampai selamanya, biarpun nyawa dipertaruhkan (I Sam 20:23). Persahabatan sejati disempurnakan oleh Yesus melalui Sabda dan perbuatan-Nya; “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih orang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh. 15:13). Yesus rela dibunuh demi keselamatan jiwa semua umat manusia yang percaya dan menaruh harapan kepada-Nya.
Menyanyikan lagu; Hari ini kurasa baragia
Narator: Perbuatan baik yang ketahuan antara dua orang sahabat, Kasim dan Simon. Kisahnya sebagai berikut:
Kasim: (berjalan mondar mandir kelihatannya ada masalah yang merisaukan) Sahabatku Simon sudah berkeluarga, mempunyai dua anak yang masih kecil, dan istrinya sedang hamil. Mereka pasti lebih membutuhkan banyak makanan. Yah... mereka lebih banyak membutuhkan makanan dari pada diriku yang cuma sendirian ini. Saya harus membawa satu karung beras ini untuk mereka, tetapi mereka dan orang lain tidak boleh tahu. (hening sejenak) Saya harus membawanya langsung ke gudang mereka nanti tengah malam, agar tidak ketahuan.
Simon: (Sedang merenung juga); Kasihan sahabatku Kasim tinggal sendirian. Ia pasti kesepian dan tidak ada yang menyiapkan makanannya. Saya harus membawakan sekarung beras agar ia dapat memasak makanannya sendiri. Tetapi saya harus membawanya langsung ke gudangnya tengah malam agar tidak ketahuan.
Narator: Ketika bangun pagi, Kasim dan Simon sama-sama kaget karena jumlah karung berasnya di gudang tidak berkurang.
Kasim: (Menghitung karung berasnya); Aneh! Pasti perbuatan Tuhan yang Mahamurah hati. Kemarin berasku ada lima karung dan satu karung sudah kuhantar untuk keluarga sahabatku Simon, tetapi jumlahnya tidak berkurang.Malam nanti saya akan mengantarkan satu karung lagi untuk mereka.
Simon: (Menghitung lalu menunjuk keluar); Tuhan sungguh Mahamurah. Beras kami kemarin tujuh karung dan satu karung sudah saya bawa untuk sahabatku Kasim, tetapi jumlahnya tidak berkurang. Malam ini saya akan menghantar satu karung lagi.
Narator: Kedua orang bersahabat itu melakukan hal yang sama berulang-ulang selama beberapa malam, sampai pada suatu tengah malam yang gelap ...
Kasim: (menabrak Simon sambil memikul karung, terhuyung-huyung lalu jatuh); Aduh... maafkanlah saya menabrakmu, kawan. Karung yang saya bawa cukup berat sehingga tidak mengangkat muka melihat keadaan jalanan.
Simon: Maafkan saya juga sobat. Karung saya juga cukup berat sehingga tidak melihatmu.Siapa namamu, dari mana dan hendak ke mana?
Kasim: Aku... Kasim, dari rumah hendak ke rumah sahabatku Simon.
Simon: Ha...? Engkaukah sahabatku Kasim? Saya juga hendak membawa beras ke rumahmu. Kasihan engkau sendirian tidak ada yang membantu jadi saya menambah berasmu biar engkau tidak kekurangan.
Kasim: Oh Simon sahabatku. Kamu banyak orang jadi kebutuhan kamu lebih banyak, saya malahan mau memberi agar kamu juga tidak berkekurangan. (Kasim dan Simon berangkulan)
Narator: Demikian perbuatan dua orang yang bersahabat.
Pengarahan :
Adik-adik, setiap hari kita bergaul dengan banyak teman. Ada teman yang menyenangkan dan akrab, tetapi ada juga teman yang menjengkelkan. Mencari teman tidaklah sulit. Ada yang mencari teman dengan uang, misalnya ada ungkapan: “Mereka saya traktir agar menjadi teman-temanku.” Ada juga yang membagikan kertas contekan sewaktu ulangan lalu dianggap sebagai teman yang dapat memahami kebutuhan teman yang berada dalam kesulitan. Padahal untuk menjadi teman yang benar-benar mengerti perasaan dan kesulitan serta setia dalam penderitaan, tidaklah mudah, tetapi juga tidak sukar untuk diusahakan.
Persahabatan sejati tidak berhenti pada kesenangan saja, tetapi juga pada berbagai kesulitan dan kesusahan. Sahabat sejati rela berkorban, rela menanggung kesedihan yang dialami teman. Sahabat yang mau berbelarasa, ikut mengalamai kesedihan, sakit, kelaparan, kekurangan, terasing, tersingkir oleh keadaan atau oleh intimidasi dari pihak lain.
Dalam kenyataan sehari-hari, banyak orang di antara kita hanya mau bergaul dengan mereka yang mendatangkan keuntungan. Hanya mau bergaul dengan mereka yang tampan dan cantik, pandai serta kaya. Sedangkan mereka yang tidak memenuhi kriteria-kriteria tersebut cenderung didiamkan atau sengaja dijauhkan atau disisihkan dalam pergaulan.
Persahabatan sejati membutuhkan pengorbanan, siap mendengarkan, menolong dan mengunjungi, mengobati dan menghibur si sakit. Dalam persahabatan, orang harus saling memahami, menghargai, menghormati, memberi dan menerima. Persahabatan tidak menuntut melainkan merelakan diri menjadi bagian dari sahabatnya.
Marilah kita temukan hal-hal yang menyuburkan persahabatan, lalu kita pelihara dan kembangkan. Sedangkan hal-hal negatif yang merugikan atau menghancurkan persahabatan kita kurangkan, hindarkan atau menghilangkan di dalam pergaulan dengan siapa pun.
Kepada yang baik
Kawanku di tempat
Kawan, saya tahu engkau masih sangat marah atas kesalahanku kepadamu. Saya dengan segenap hati memohon maaf atas kesalahanku itu. Waktu itu saya sungguh tidak sengaja, apalagi menyakiti hatimu sahabatku. Tetapi engkau sudah terlanjur sakit hati dan persahabatan kita menjadi renggang.
Sejak kejadian itu hidup saya tidak tentram, selalu gelisah memikirkan engkau dan perbuatanku. Saya marah kepada diri sendiri, tetapi tidak membuat persahabatan kita menjadi baik karena penyesalan hanya ada di dalam hati saya saja. Untuk itu saya sekali lagi meminta maaf dan semoga engkau mau memaafkanku sehingga kita dapat berkawan lagi.
Di bumi perkemahan ini saya sangat mengharapkan jawabanmu, agar kita bersahabat lagi, sehingga kita pulang dengan suasana hati yang gembira. Saya menunggumu!
Sahabatmu,
Sri Suharti (bukan nama sebenarnya).
Komentar
Posting Komentar